Ia dan sendirinya adalah bagian yang tak
terpisahkan, ketika kau tanpa kejelasan meninggalkan ia mengantung harapan.
Perpisahan itu membunuh. Dulu kalian saling mencinta dan merajut asa bersama,
sekarang memiliki dunia yang dijalani dengan sendiri. Ia belum bisa
mengikhlaskan, dia masih menggantung pada harap. Sulitnya memutar waktu yang ia
rasakan ketika menghapus kenangan. Jejak-jejak kecil kehadiranmu masih menggema
dalam pikirnya. Namamu terus menggaung, kelopak matanya tak sanggup membendung
air mata.
Dia terlalu ringkih dalam bermimpi. Berpikirlah
ia sebelum mengikhlaskan kepergianmu. Apakah dengan ini menjadi sebagian cerita
dalam hidupnya yang sulit untuk dilupakan. Ia yang pernah denganmu merajut asa,
dalam rentang waktu merelakan, ia akan terus menyebut namamu dalam rangkai
doanya agar kau mendapat bahagia yang kau inginkan, bukan bersamanya.
Ia bukan wanita tegar, dalam tegaknya, ia mati.
Yang dipikiran ia hanya potongan kecil kenangan bersamamu. Ia ingin sekali
bertanya, apakah disetiap penggal harimu ada ia yang kau rindu?
Jika bahagiamu didapat tanpa adanya ia, jangan
pernah merugi ketika kau jenuh pada hidupmu, mendapati ia yang bahagia dalam
sendirinya. Sendirinya yang kosong, disanalah mimpinya bersegmentasi. Hampanya
dalam kosong yang menghangatkan kulitnya. Dia yang menangis, dia yang tertawa
hanya terbiasa dalam kaca di ruang kosongnya. Bersyukurlah kamu pernah
memilikinya. Yang pernah ia rela mengorbankan diri, membantai waktu dalam
kesedihan dan terus menyanjung namamu dierat tangan dan di hamparan pipi yang
basah karena terus merindu.
Ia belum memilih jalannya. Ia terlalu kikuk
menilai dalam setiap kemungkinan. Karena ia hanya tak mau kecewa dan mati dalam
harapan. Bahkan ia tak bisa apa-apa. Sejenak ingin terlelap dari riuh penantian.
Pasrahnya, ia selalu terjaga ketika rindu menghampiri. Hadirmu yang ia tunggu.
Ia masih mengingat janjimu. Yang dulu kau katakan ketika ia penuh harap, bahwa
jika kebahagianmu adalah secarik kertas. Maka ada namanya yang tertulis di
atasnya.
Ia hanya membingkai diri. Hidupnya masih
panjang. Garis lurus mengusut. Sesaat ia tiba di persimpangan, disanalah ia
tahu bahwa hidup penuh pilihan. Dalam haru, terkahir katanya adalah
“Lengkapilah hidupmu dengan apa-siapa yang bagimu sempurna, dalam kurangku
memenuhi, kepadamu hanya doaku yang menyertai.”
Kepada angin, bisikan ini mengingatkanku
kembali.
0 comments:
Post a Comment