Ketika kita terlelap dalam buaian asmara cinta, masih ada yang
mengganjal hati apakah kita akan tetap seperti ini pada biasanya. Bukannya
saling menjaga, tapi perlahan kau mulai menumbuhkan jenuh, menyangkutkan pada
ranting pikiran. Bercabang banyak dan patah. Lalu kau tegak diam tak bersuara.
Ada yang lebih penting dari sekedar mencari bahagia, yaitu mencari makna dalam
kesedihan. Ada hal yang lebih penting dari sekedar kebersamaan, yaitu rasa yang
dimiliki masing-masing yang takut akan kehilangan. Kebersamaan tak melulu tentang berdua dan
bercumbu mesra. Ada saatnya kebersamaan diuji ketika kita terpisah oleh beribu
mil jaraknya.
Dulu kita saling berbagi cerita. Kita saling menguatkan perasaan,
mendekat diri pada keberadaan. Tiada yang mungkin hadir tanpa kesetian, tiada
yang berjalan melangsungkan hubungan tanpa ada genggaman. Tapi satu, aku tak
terlalu suka mengurung perasaan dengan janji bahkan membuai kata dalam ungkapan
bibir. Karena bagiku, memaksa berjanji karena takut kehilangan itu tak ada
gunanya. Padahal banyak diluar sana tetap setia dalam penantian sekalipun ia
telah lama ditinggalkan. Meski kita saling mempunyai mimpi bahagia bersama,
berdua, itu sebuah fatamorga yang akan menyakitkan kita ketika kita tak lagi
bersama, berdua.
Kabut. Kau menyamarkan bayangan kepergian. Melenyapkan semua asa
yang telah dikonstruksi pikiran. Hati yang teguh perlahan mulai meluluh. Tak satupun
jejak yang kau sisipkan disetiap langkah perpisahan. Tak tertanam sedikitpun
akan rasa kebencian di pikiranku, bagaimanapun juga kau dulu pernah mengisi
hari-hariku. Ya seperti kataku, aku tak mau terlalu berjanji, bukannya aku tak
percaya pada perasaan, seperti inilah terjadi, banyak yang menjalar menundukkan
kuasa kita dalam mempertahankan hubungan. Setidaknya kepergianmu menjadi bukti,
bahwa di setiap janji, ada beban tanggung jawab yang tersisipi. Aku mulai
mengerti, menjalani hari kedepanku tanpa ragu. Menyongsong fajar yang menghangatkan
tubuh, menyaksikan petang yang mulai meredup. senja yang tenggelam hanya secuil
gambaran yang belum bisa mempresentasikan tentang hari esok. Sedikit kuasaku
menaruh harapan diujungnya.
Jadilah diri sendiri, karena dalam setiap pengertian dan
pengorbanan, perlu mengetahui seluk beluk kepribadian. Tak hanya perasaan,
terkadang kecamuk pikiran yang menghambat ide, tak memandang situasi dalam
mebolak-balikkan memori. Tak pelak kenangan tanpa mengingat waktu dalam
kedatangannya. Keberadaan yang di dalam diri menguasai, akan sia sia dan hanya
berujung pada kesepian. Dimana dulu kita pernah bersama, seperti kisah kemarin.